Mati itu mudah dan hidup itu susah, itulah penggalan awal saya dalam memulai menulis blog saya ini, misteri sebuah perjalanan hidup seseorang sangat beragam, ada yang pada awalnya sukses dan berakhir sebagai orang yang gagal ada pula yang memulai hidup dari keterbatasan ekonomi dan fisik kemudian berakhir menjadi orang yang sukses dan diperhitungkan serta dihormati oleh banyak orang.
Perjalanan hidup bagai sebuah roda yang berputar, makanya ada istilah roda kehidupan, sebuah perjalanan hidup akan berubah bukan semata - mata takdir dari yang kuasa belaka, tuhan hanya sekedar sebagai supervisor dalam kehidupan kita, Tuhan hanya melihat seberapa besar usaha kita untuk merubah kehidupan kita menjadi lebih baik, jika kita telah berusaha keras sekuat tenaga dan punya keinginan yang kuat untuk merubah kehidupan kita maka saatnya tuhan memberikan ujian hidup atau mengetest kita apakah kita layak untuk dirubah kehidupan kita menjadi lebih baik atau tidak, semua ada ditangan kita, kita hanya bisa berusaha untuk berubah dan tuhan yang menentukan semuanya.
Perjalanan hidup saya yang penuh liku dan mengalami berbagai macam perjalanan yang pahit dalam mewujudkan keinginan saya yang kuat untuk merubah kehidupan yang lebih baik, keinginan dan cita - cita saya yang ingin menjadi seorang pebisnis atau pengusaha yang menjadi penyemangat dalam hidup saya walaupun dilalui proses jatuh bangun.
Pemicu kenapa saya ingin menjadi pebisnis pada waktu itu karena iri dengan teman sekolah saya dulu waktu smu, saya iri dengan teman saya yang punya ayah seorang pengusaha, sekilas melihat kehidupan teman saya enak, secara materi sudah pasti tercukupi dan setiap bapaknya datang ke sekolah selalu dihormati karena sebagai pengusaha sukses sedangkan bapak saya hanya seorang karyawan rendahan disebuah perusahaan PMA yang setiap harinya kemana - mana dengan mengayuh sepeda onthel buntutnya.
Ketika semua orang tua dipanggil ke sekolah untuk rapat wali murid maka disitulah letak kecemburuan saya, bapak sahabat saya yang pengusaha begitu datang disambut oleh guru dan wali murid lainnya sedangkan bapak saya datang tidak ada yang menyambut dia, sejak itu saya memutuskan untuk menjadi seorang pebisnis.
Ketika semua orang tua dipanggil ke sekolah untuk rapat wali murid maka disitulah letak kecemburuan saya, bapak sahabat saya yang pengusaha begitu datang disambut oleh guru dan wali murid lainnya sedangkan bapak saya datang tidak ada yang menyambut dia, sejak itu saya memutuskan untuk menjadi seorang pebisnis.
Setelah kelulusan smu teman -teman yang lain pada berebut masuk perguruan tinggi dan saya mengambil keputusan yang berbeda jauh dari mereka yakni berdagang, saya sadar kemampuan ekonomi orang tua yang pas- pasan walaupun orang tua sangat berharap saya menjadi seorang sarjana karena saya menjadi anak laki - laki satu - satunya sekaligus anak terakhir, mereka menginginkan saya menjadi orang kantoran yang mapan dalam segi financial.
pada waktu itu saya memulai usaha jualan ayam kampung hidup untuk dijual dipasar hewan di kota saya pekalongan, bapakku memberi uang 100. 000 untuk modal jualan, setelah sholat subuh saya siapkan keranjang ayam untuk dipasang di sepeda onthel buntut saya, dengan semangat saya mengayuh sepeda bersama paman menuju pasar hewan di comal daerah pemalang, semangat sekali waktu itu tanpa letih padahal keringat bercucuran membasahi kaos tapi semangat itu yang membuatku kuat padahal jaraknya 20 km, sesampai di pasar comal saya dipandu oleh paman untuk mendapatkan ayam kampung hidup yang harganya murah agar saya bisa mendapatkan untung lumayan.
sesampainya di pasar hewan pekalongan saya dengan penuh percaya diri saya menawarkan ayam kampung kepada orang - orang yang lewat, dan setelah terjual semua ternyata saya rugi banyak, setelah saya bertanya kenapa kepada paman ternyata saya salah jual, yang seharusnya modalnya mahal dijual dengan harga murah, kesalahan saya waktu saya tidak memperhatikan dengan teliti waktu beli, karena jual ayam kampung beda dengan ayam pedaging karena harus ayam kampung naksir harga hanya dipegang bukan ditimbang seperti ayam pedaging.
orang tua melarang saya untuk jualan ayam lagi, disaat waktu senggang saya main kerumah teman dan memperhatikan tetangganya yang sedang membuat kerajinan dari bahan pelepah pisang untuk dijadikan box tissue dan pernak pernik buat rumah, timbul ide saya untuk memanfaatkan pohon pisang di kebun yang dibuang percuma setelah diambil pisangnya.
saya mulai bereksperimen sendiri membuat kerajinan pelepah pisang, saya ambil pelepah dan mengeringkan sendiri, setelah kering saya bingung untuk proses press pelepah pisang karena mereka menggunakan mesin press sedangkan saya tidak mempunyai mesin tersebut dikarenakan harganya mahal, akhirnya botol kecap jadi alat press manual ala saya walaupun membutuhkan tenaga ekstra untuk mengerjakannya, finally pelepah pisang saya sudah menjadi selembar bahan baku untuk dijadikan kerajinan,.
Ide membuat tas belanja dari pelepah pisang untuk menggantikan paper bag buat toko - toko batik di sekitar lingkungan saya, pikiran saya waktu itu jika satu toko batik mengambil 30 pcs dengan harga waktu itu 2.500 / pcs dengan modal 500 /pcs maka untung yg didapat 60.000 per toko jika 10 toko saja yang ambil berarti 600.000 sudah masuk kantong dan bisa jadi modal kerja buatku.
Kenyataan dilapangan berkata lain tas buatan saya tidak ada yang mau membeli dikarenakan terlalu ekslusif buat mereka walaupun dengan harga murah, otak saya putar lagi untuk berinovasi membuat produk dari bahan baku pelepah pisang dan belum ada dipasaran dan kalau bisa digunakan sehari - hari karena akan membuat permintaan menjadi banyak, jatuh pilihan saya untuk membuat dompet dari pelepah pisang, mesin jahit peninggalan nenek saya bersihin dan saya berguru ke bapaknya teman yang biasa menjahit tas dan dompet dari batik.
Ibuku selalu mensupport aku walaupun sering gagal dalam usaha, dia mengajarkan kesabaran dan kegigihan dalam berusaha karena akan membuahkan hasil kelak dan hanya waktu dan tuhan yang bisa menjawabnya, selama seminggu mulai belajar pola dan menjahit, dompetku dan dompet kakakku menjadi korban karena harus dibongkar untuk dijadikan latihan membuat pola, akhirnya dalam seminggu 1 dompet hasil karyaku sudah jadi senangnya waktu itu.
Setelah dompetku jadi aku berpikir kemana harus aku menjualnya, dijual dikotaku sangat tidak mungkin diterima karena dompet dari pelepah pisang sangat tidak lazim buat mereka, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke jogja dengan mengendarai sepeda motor buntutku, bermodal uang seadanya asal bisa buat isi bensin dan buat makan nasi kucing saya meluncur dan toko tujuan adalah toko mirota batik di malioboro.
Sesampainya di mirota ternyata belum buka karena kepagian, saya berkeliling disekitaran malioboro untuk melihat - lihat toko yang sekiranya bisa menjadi pemasaran dompet saya, akhirnya toko mirota batik sudah buka dan saya dengan sangat percaya diri menawarkan dan alhamdulilah dompet bikinan saya diterima dan ada yang membuat saya kecewa karena tidak sesuai dengan harapan saya yaitu proses pembayaran, mereka menerapkan sistem konsinasi atau membayar barang yang terjual saja dan sisanya bisa diretur atau di perpanjang lagi, padahal saya sangat berharap untuk dibayar tunai semua.
Setelah sekian bulan permintaan dompet pelepah pisang turun drastis karena mulai banyak yang membuat dengan harga lebih murah dan terpaksa usaha dompet pelepah pisang saya gulung tikar karena kalah bersaing dengan perajin yang bermodal banyak.
pada waktu itu saya memulai usaha jualan ayam kampung hidup untuk dijual dipasar hewan di kota saya pekalongan, bapakku memberi uang 100. 000 untuk modal jualan, setelah sholat subuh saya siapkan keranjang ayam untuk dipasang di sepeda onthel buntut saya, dengan semangat saya mengayuh sepeda bersama paman menuju pasar hewan di comal daerah pemalang, semangat sekali waktu itu tanpa letih padahal keringat bercucuran membasahi kaos tapi semangat itu yang membuatku kuat padahal jaraknya 20 km, sesampai di pasar comal saya dipandu oleh paman untuk mendapatkan ayam kampung hidup yang harganya murah agar saya bisa mendapatkan untung lumayan.
sesampainya di pasar hewan pekalongan saya dengan penuh percaya diri saya menawarkan ayam kampung kepada orang - orang yang lewat, dan setelah terjual semua ternyata saya rugi banyak, setelah saya bertanya kenapa kepada paman ternyata saya salah jual, yang seharusnya modalnya mahal dijual dengan harga murah, kesalahan saya waktu saya tidak memperhatikan dengan teliti waktu beli, karena jual ayam kampung beda dengan ayam pedaging karena harus ayam kampung naksir harga hanya dipegang bukan ditimbang seperti ayam pedaging.
orang tua melarang saya untuk jualan ayam lagi, disaat waktu senggang saya main kerumah teman dan memperhatikan tetangganya yang sedang membuat kerajinan dari bahan pelepah pisang untuk dijadikan box tissue dan pernak pernik buat rumah, timbul ide saya untuk memanfaatkan pohon pisang di kebun yang dibuang percuma setelah diambil pisangnya.
saya mulai bereksperimen sendiri membuat kerajinan pelepah pisang, saya ambil pelepah dan mengeringkan sendiri, setelah kering saya bingung untuk proses press pelepah pisang karena mereka menggunakan mesin press sedangkan saya tidak mempunyai mesin tersebut dikarenakan harganya mahal, akhirnya botol kecap jadi alat press manual ala saya walaupun membutuhkan tenaga ekstra untuk mengerjakannya, finally pelepah pisang saya sudah menjadi selembar bahan baku untuk dijadikan kerajinan,.
Ide membuat tas belanja dari pelepah pisang untuk menggantikan paper bag buat toko - toko batik di sekitar lingkungan saya, pikiran saya waktu itu jika satu toko batik mengambil 30 pcs dengan harga waktu itu 2.500 / pcs dengan modal 500 /pcs maka untung yg didapat 60.000 per toko jika 10 toko saja yang ambil berarti 600.000 sudah masuk kantong dan bisa jadi modal kerja buatku.
Kenyataan dilapangan berkata lain tas buatan saya tidak ada yang mau membeli dikarenakan terlalu ekslusif buat mereka walaupun dengan harga murah, otak saya putar lagi untuk berinovasi membuat produk dari bahan baku pelepah pisang dan belum ada dipasaran dan kalau bisa digunakan sehari - hari karena akan membuat permintaan menjadi banyak, jatuh pilihan saya untuk membuat dompet dari pelepah pisang, mesin jahit peninggalan nenek saya bersihin dan saya berguru ke bapaknya teman yang biasa menjahit tas dan dompet dari batik.
Ibuku selalu mensupport aku walaupun sering gagal dalam usaha, dia mengajarkan kesabaran dan kegigihan dalam berusaha karena akan membuahkan hasil kelak dan hanya waktu dan tuhan yang bisa menjawabnya, selama seminggu mulai belajar pola dan menjahit, dompetku dan dompet kakakku menjadi korban karena harus dibongkar untuk dijadikan latihan membuat pola, akhirnya dalam seminggu 1 dompet hasil karyaku sudah jadi senangnya waktu itu.
Setelah dompetku jadi aku berpikir kemana harus aku menjualnya, dijual dikotaku sangat tidak mungkin diterima karena dompet dari pelepah pisang sangat tidak lazim buat mereka, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke jogja dengan mengendarai sepeda motor buntutku, bermodal uang seadanya asal bisa buat isi bensin dan buat makan nasi kucing saya meluncur dan toko tujuan adalah toko mirota batik di malioboro.
Sesampainya di mirota ternyata belum buka karena kepagian, saya berkeliling disekitaran malioboro untuk melihat - lihat toko yang sekiranya bisa menjadi pemasaran dompet saya, akhirnya toko mirota batik sudah buka dan saya dengan sangat percaya diri menawarkan dan alhamdulilah dompet bikinan saya diterima dan ada yang membuat saya kecewa karena tidak sesuai dengan harapan saya yaitu proses pembayaran, mereka menerapkan sistem konsinasi atau membayar barang yang terjual saja dan sisanya bisa diretur atau di perpanjang lagi, padahal saya sangat berharap untuk dibayar tunai semua.
Setelah sekian bulan permintaan dompet pelepah pisang turun drastis karena mulai banyak yang membuat dengan harga lebih murah dan terpaksa usaha dompet pelepah pisang saya gulung tikar karena kalah bersaing dengan perajin yang bermodal banyak.
No comments:
Post a Comment