BATIK DENGAN MOTIF SEMEN
1. Batik Semen Semen Rama (masa Pakoe Boewono IV)
Motif mengacu pada Wejangan Prabu Ramawijaya kepada R. Wibisono, adik
Dasamuka dari Alengko. Dengan ajaran Hasta Broto yang intinya ajaran :
- Kemakmuran (dilambangkan dengan bentuk tumbuhan atau hayat)
- Melindungi bumi, (dilambangkan dengan motif Gunung)
- Adil, keteguhan hati, keluhuran (dilambangkan dalam bentuk gambar garuda, kedudukan dilambangkan iber-iber/burung)
- Kedudukan tinggi, kesaktian (dilambangkan dengan api)
- Pemaaf (dilambangkan dalam bentuk naga)
- Motif ini hanya dikenakan oleh Raja, Pangeran dan kerabat Raja saja
2. Batik Semen Gendhong (masa Pakoe Boewono IX, akhir abad XIX)
Nama Gendhong artinya mengangkat atau menjunjung. Lambang atau
gambaran gedhong adalah supaya bisa mengangkat tinggi derajat
keluarganya. Batik Gendhong bisa dipakai untuk acara apa saja dan dapat
digunakan semua golongan.
3. Batik Semen Prabu
Semen-Prabu dikonotasikan dengan kedudukan tinggi atau kedudukan
seseorang. Suatu permohonan untuk mencapai “Kalenggahan Luhur” yang
bisa, memberikan pengayoman dalam kehidupannya. Batik ini dapat dipakai
siapa saja, tergolong batik tengahan. Batik ini termasuk Semen latar
hitam.
4. Batik Semen Wijaya Kusuma
Dinamakan Wijaya Kusuma adalah mengambil salah satu nama bunga pusaka
milik Prabu Kresno dalam pewayangan. Maknanya suatu keindahan seperti
bunga, yang mengandung daya perbawa sebagai lambang “panguriban”.
Tujuannya supaya diberi kehidupan yang indah atau kehidupan yang
mencukupi dan disegani di dalam masyarakat.
Batik Wijaya Kusuma termasuk Batik Semen latar putih.
BATIK DENGAN MOTIF CEPLOKAN
1. Batik Ceplokan (Sekuntum/ biasa dengan bentuk satuan bunga)
Pada zaman kerajaan Mataram Sultan Agung abad ke-XVII sampai Mataram
Kartosura abad XVIII motif Ceplokan sudah berkembang dan digunakan oleh
Keraton dan masyarakat umum. Adapun motif-motif batik ceplokan adalah:
Macam macam Batik Ceplokan :
Macam macam Batik Ceplokan :
2. Batik Ceplok Sriwedari
Pada prinsipnya batik motif Ceplok Sriwedari sama dengan batik Ceplok
Lung Slop, hanya motif ukel diganti dengan isen-isen parangan. Dalam 1
raport kotak berisi lung dan lainnya berisi motif parangan.
Nama Sriwedari memlambangkan suatu pertamanan yang indah dan menarik.
Artinya bisa sebagai perlambang memikat hati untuk menghilangkan
kejenuhan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Batik Satria Wibawa
Jenis batik Ceplokan segi-empat dengan titik pusat ditengah, dalam
ajaran Jawa dimasukkan dalam konsep kekuasaan yang melambangkan Raja.
Satria Wibawa sudah menunjukkan kewibawaan, wataknya menep bijaksana.
BATIK KAWUNG
Kawung diambil dari nama pohon kolang-kaling (buahnya). Artinya dalam
kaweruh Jawi melambangkan ajaran sangkan paraning dumadhi. Atau ajaran
terjadinya kehidupan manusia menurut Kejawen. Sedulur papat lima
pancer.
Pada awal Surakarta batik Kawung dipakai untuk kerabat Raja saja.
Setelah mataram terbagi menjadi dua (Yogjakarta dan Surakarta) batik ini
digunakan orang yang berbeda. Di Surakarta dikenakan kerabat Ponokawan
(dalam pewayangan/abdi dalem). Sedangkan di Yogyakarta digunakan oleh
abdi Sentana Ndhalem.
Batik Kawung yang diambil dari ornamen buah pohon kolang-kaling
mempunyai nilai filosofis mengisyaratkan supaya eling (ingat) kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Beberapa jenis Batik Kawung adalah Kawung Picis
(diambil dari nama uang 10 sen), batik Kawung Bribil (uang pecahan 25
sen) dan batik kawung sen (uang pecahan 1 sen).
BATIK PARANG DAN LERENG
Batik Parang dan Lereng bagi keraton Surakarta sebagai ageman luhur,
artinya hanya di pakai oleh Agemandhalem Sinuhun dan Putra Sentanadalem
saja, bagi abdi menjadi larangan.
Parang ada yang berpendapat senjata tajam yang berupa parang atau
sejenisnya. Pengertian ini disebut “wantah”. Berdasarkan pertimbangan
data, kata parang adalah perubahan dari kata pereng atau pineggiran
suatu tebing yang berbentuk lereng (diagonal). Mengambil gambaran
pesisir pantai Jawa; Paranggupito, parangkusumo, dan Parangtritis dll.
Tempat tersebut menjadi tempat penting karena erat kaitannya dengan
keberadaan Ingkang Sinuhun Panembahan Senopati Kerajaan Mataram, setalah
pindahnya pusat pemerintahan Jawa dari Demak ke Mataram. Tempat
tersebut merupakan tempat “teteki” atau bertapa raja Mataram pertama
yang mengilhami batik lereng pertama. Juga laku teteki atau bertapanya
Panempahan Senopati dari Parangkusumo melewati pesisir pantai selatan
menuju Dlepih Paranggupito, menelusuri tebing gunung Sewu.
Ciri-ciri Batik Parang :
- Bentuknya Lereng diagonal 45 0
- Memakai mlinjon
- Memakai sujen
- Ada mata gareng
Ciri Batik Lereng :
- Bentuknya miring diagonal 45 0
- Tidak selalu memakai mlinjon, sujen dan mata gareng
- Hanya dibatasi garis lurus
Bisa memakai motif lung-lungan atau diseling bentuk parangan yang
disebut glebangan. Kedua motif batik ini sudah ada sebelum berdirinya
Kerajaan Mataram – Kartosuro (Parang rusak, parang barong, barang pamor,
parang rusak barong, parang kusumo, parang klitik).
Parang kusumo adalah bunga, yang dinamakan
darahing-ratu atau disebut darah dalem. Sesuai namanya parang kusumo
hanya dipakai oleh darah dalem pancer Ingkang Sinuhun Pangeran turun
temurun.
Untuk batik Lereng yang sudah dikenal antara lain lereng glebangan,
lereng thathit, lereng sobrah. Batik Parang maupun lereng juga
diperlambangkan sebagai lambang kesucian dan kekuatan seperti Tuhan.
Karena parang mempunyai konotasi yang sadis (sebuah sejata), maka
hanya orangang tertentu yang mampu memakainya, artinya meraka yang
dapat menghilangkan kekuatan magis dari parang tersebut. Maka, hanya
raja dan keturunannya saja yang mampu menghilangkan konotasi sadis.
Batikan Kampuh Dan Kepangkatan
Pada zaman Mataram yang diperintah oleh sultan Agung motif batik
sudah mengalami perkembangan namum belum begitu pesat. Baru pemerintah
Mataram, Surakarta Pakoe Boewana IV perkembangan motif batik semakin
pesat. Hal ini karena pada masa Pakoe Boewana IV setiap golongan dalam
keraton dibuatkan motif sendiri-sendiri. Kemudian semakin berkembang
pesat di bawah Pemerintahan Pakoe Boewono X.
Literature :
- Mlayadipura, 1950. Desa laweyan.
- KRT. DR. (HC) Kalinggo Honggopuro. 2002. Batik sebagai busana dalam tatanan dan Tuntunan. Yayasan Peduli Keraton Surakarta Hadiningrat. Surakarta.
- H. M. Soeharto bersama Tim. Indonesia Indah Ke-8. 1997. “Batik”. Yayasan Harapan Kita / BP-3 TMII. Jakarta.
- P. De. Kat Anggelo. Laporan tentang batik (Inspektor pada Kantor Buruh) Bagian II Jawa Tengah. 1930
No comments:
Post a Comment